Khotbah Sabar Dalam Menguasai Diri
"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32).
PAHLAWAN adalah sosok yang dihargai karena jasanya membela negara. Pada masa pra kemerdekaan, Indonesia memiliki banyak pahlawan nasional. Beberapa di antaranya ialah pahlawan Diponegoro, Imam Bonjol, Raden Patah, Patimura, Teuku Umar, Cut Nya Dien, dan seterusnya. Kiprah mereka diabadikan dalam buku-buku sejarah. Wajah mereka terpampang dalam perangko atau uang kertas. Nama mereka pun diabadikan menjad nama jalan protokol di setiap kota besar.
PAHLAWAN adalah sosok yang dihargai karena jasanya membela negara. Pada masa pra kemerdekaan, Indonesia memiliki banyak pahlawan nasional. Beberapa di antaranya ialah pahlawan Diponegoro, Imam Bonjol, Raden Patah, Patimura, Teuku Umar, Cut Nya Dien, dan seterusnya. Kiprah mereka diabadikan dalam buku-buku sejarah. Wajah mereka terpampang dalam perangko atau uang kertas. Nama mereka pun diabadikan menjad nama jalan protokol di setiap kota besar.
Setelah Indonesia merdeka, kriteria kepahlawanan tidak terbatas hanya pada mereka yang memiliki keberanian mengangkat senjata saja. Para guru yang berjuang mencerdaskan anak bangsa diberi julukan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Begitu pula kontingen olahraga yang memenangkan kejuaraan internasional, mereka disetarakan dengan pahlawan yang berjaya di medan perang. Para atlet yang sukses memenangkan pertandingan baik di luar maupun di dalam negeri, diarak keliling kota dan dielu-elukan oleh masyarakat. Bukan itu saja, mereka pun ditaburi pujian dan dimanjakan dengan pelbagai bonus.
Salomo, anak Daud, adalah seorang raja yang berhikmat. Hikmatnya nyata dari Amsal 16:32 yang berbunyi demikian, "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota!" Apakah maksud dari ayat tersebut? Supaya kita dapat mengerti maksud ayat di atas, kita perlu terlebih dulu mengetahui latar belakang kehidupan masyarakat Israel pada masa itu. Menurut catatan sejarah dan didasari penelitian antropologis para ahli mengetahui bahwa kota-kota pada zaman dahulu dikelilingi dengan benteng yang kokoh. Benteng itu dimaksudkan sebagai tameng untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Oleh karena ada benteng yang kuat melingkari kota, maka musuh hendak merebut kota memerlukan prajurit yang memiliki stamina tinggi, strategi perang yang jitu, senjata yang canggih dan kesabaran menanti penghuni kota lengah. Semua itu diperlukan agar pasukan penyerbu dapat mengepung, menyusup, dan menyerangnya. Jika mereka berhasil, niscaya panglima perangnya akan disambut sebagai pahlawan.
Setelah mengetahui latar belakang kehidupan pada masa penulisan ayat tersebut, maka kita dapat menemukan sebuah pelajaran berharga dari pandangan raja Salomo. Melalui ayat di atas, Salomo selaku raja yang penuh hikmat itu menyatakan bahwa keunggulan manusia bukan terletak pada kekuatan fisiknya melainkan pada penguasaan diri. Keunggulan seorang pahlawan bukan terletak pada kemahiran menggunakan senjata atau keberanian dalam menyerang musuh, melainkan pada kesabaran menantikan waktu yang tepat untuk memberikan perlawanan dan memenangkan pertempuran.
Kesabaran senantiasa berkaitan dengan waktu. Orang yang sabar dapat membuktikan bahwa dirinya mampu menunggu waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu yang penting pada waktu yang tepat. Homer dalam karyanya yang masyhur bercerita tentang kemenangan tentara Yunani yang merebut kota Troya dengan menggunakan sebuah kuda kayu berukuran besar. Kuda kayu itu ditaruh di depan pintu gerbang kota. Penduduk yang berkerumun dan tertarik pada kuda kayu tersebut beramai-ramai menghelanya masuk ke dalam kota. Pada malam harinya sejumlah prajurit yang ternyata bersembunyi dalam kuda kayu itu keluar. Mereka membuka pintu gerbang kota, sehingga pasukan Yunani yang ada di luar benteng kota dapat menyerbu masuk ke dalam kotaTroya. Begitulah cerita sukses tentara Yunani! Kesabaran mereka menunggu tibanya malam dan dalam ruang persembunyian yang pengap, menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam merebut kota Troya.
Lukisan kuda troya yang diambil dari buku Mitologi Yunani ILIAS, karya Menelaos dan Yannis Stephanides terbitan Grafiti 1992.
Apakah seorang yang tidak mampu menguasai diri dapat menjadi pengayom masyarakat? Kemungkinannya sangat kecil, bahkan hampir mustahil. Menguasai diri berkaitan dengan upaya menahan keinginan dan hawa nafsu angkara murka. Kata orang,vmenguasai diri lebih sukar daripada menjinakkan binatang dan buas. Orang yang menguasai diri mengetahui batas kemampuan dan kelemahan lawan, sehingga bertindak pada waktu yang tepat. Sebaliknya, tidak mampu menguasai diri akan membuat emosi meledak lewat kata-kata dan tindakan yang tak terkendali. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal istilah "Besar pasak daripada tiang!" Peribahasa tersebut digunakan untuk menunjuk orang yang tidak mampu menguasai diri di bidang ekonomi. Bila seseorang tidak mampu mengekang nafsu membelanjakan sehingga pengeluarannya lebih besar daripada pendapatan maka kondisi keuangannya disebut besar pasak daripada tiang.
Pada masa yang sulit dan serba tidak pasti ini, banyak orang sabar menanti karya Tuhan, sehingga mencari pertolongan, entah kepada kuasa gaib, kuasa uang, kekuatan fisik, kuasa tahta atau pikiran manusia yang terlepas dari hikmat Allah. Yakun tidak sabar menanti pertolongan Tuhan untuk memperoleh berkat Ishak, sehingga dengan tipu muslihatnya mengelabui Esau, memperoleh berkat dari Ishak. Akibatnya, terjadi perpisahan antara orang tua dan anak, serta putusnya ikatan persaudaraan yang berlanjut dengan permusuhan.
Sebagian anggota masyarakat Indonesia pada dewasa ini tak mampu menguasai diri, sehingga dengan gampang terprovokasi oleh isu murahan. Upaya memulihkan keadaan dari keterpurukan yang terjadi akibat salah urus pada masal lalu dihadapi dengan sukap kurang sabar. Tindakan main hakim sendiri berupa membantai tersangka pencuri yang tertangkap basah adalah wujud kekurangsabaran menanti proses hukum yang seharusnya ditempuh. Kendati menindak kejahatan itu pada dasarnya baik dan mulia, namun tindakan main hakim sendiri menunjukkan ketidakmampuan mengendalikan diri. Dengan demikian tindakan itu telah melecehkan wibawa hukum, aparat keamanan dan lembaga keadilan. Kenyataan ini harus cepat diatasi, jika tidak maka bukan mustahil pada suatu saat nanti, para anggota keluarga korban yang tak mampu menguasai diri akan mengadakan perhitungan dengan melampiaskan dendam pembalasan mereka.
Orang yang tak mampu menguasai diri dalam masalah ambisi akan menggunakan cara-cara licik menyingkirkan para pesaingnya supaya dapat merebut jabatan dan bertindak sebagai penguasa. Para pemimpin bangsa yang tidak sabar, tetapi menggunakan pelbagai cara, tak terkecuali cara yang salah untuk memperkuat posisinya, akan berakibat buruk. Dalam sejarah nasional kita mengenal seorang tokoh bernama Ken Arok yang tidak sabar menunggu waktu sampai dirinya dapat naik tahta secara wajar. Maka ia menggunakan cara licik untuk merebut tahta Tunggul Ametung. Dapatkah Ken Arok disebut sebagai pahlawan? Dari tindak-tanduknya yang keji, ia sama sekali tidak layak disebut sebagai pahlawan! Sebutan apakah yang paling tepat untuk diberikan kepadanya? Agaknya, Ken Arok lebih pantas disebut sebagai "pengkhianat". Oleh karena itu, selaku umat beriman kita tidak boleh mencontoh perilakunya. Sebaliknya, kita dianjurkan untuk sabar dan menguasai diri dalam setiap keadaan. Rasul Paulus dalam Galatia 5:22 menyebutkan bahwa penguasaan diri merupakan salah satu dari buah karya Roh Kudus dalam kehidupan umat beriman.
Kesabaran dan penguasaan diri adalah cara yang paling tepat untuk menanti pemulihan dan perbaikan dari kondisi krisis yang terjadi di Indonesia. Bila kita sabar dan mampu menguasai diri, niscaya kita tidak akan menggunakan cara-cara kekerasan dalam langkah mewujudkan hal-hal yang baik bagi negeri kita. Untuk keperluan itu, kita sebagai umat beriman hendaknya tekun mendoakan para pemimpin kita dalam upaya memikul tanggung jawab demi kesejahteraan bangsa kita. Para pemimpin bangsa dan seluruh rakyat Indonesia membutuhkan kesabaran dalam proses perbaikan di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Bila tidak, maka situasi akan tambah parah. Dalam hal ini kita semua perlu memperhatikan hikmat Salomo dan belajar untuk menerapkannya pada setiap aspek kehidupan ini!
source : http://khotbah.co